Kisah Hasan Basri [1]

0

Posted by K. Verry | Posted on 6/02/2011 07:33:00 AM

Ilustrasi: Nomade Tent. Image: goodandlost.org

Hasan Basri, pada mulanya adalah seorang pedagang permata yang termashur dengan julukan "Hasan Permata". Sering berdagang ke Bizantium (Turki sekarang), bersahabat dekat dengan perdana menteri kerajaan itu.

Dilahirkan di Madinah pada 21 H (642 M) dengan nama Al Hasan bin Abi Al Hasan. Bersahabat dekat dengan Zaid bin Tsabit, seorang juru tulis Rasulullah Muhammad SAW. Dibesarkan di Basrah dan berkenalan dengan banyak sahabat Nabi. Tujuh di antara sahabat tersebut adalah para pejuang perang Badar.

"Mari ke suatu tempat bila kau setuju," kata Perdana Menteri Bizantium mengajak Hasan Basri pada suatu hari. "Terserah yang mulia, " jawab Hasan. Lalu Perdana Menteri mengatakan tujuannya. Hasan Basri bersedia.
Pelayan mengeluarkan kuda untuk mereka berdua masing-masing. Kemudian mereka berdua berangkat. Ketika mereka sampai di suatu padang pasir, Hasaan melihat sebuah tenda dari kain brukat Bizantium yang diikat dengan kain sutera berpasak emas, tertancap kukuh di tanah. Si  penghuni tenda berjalan ke salah satu sisinya.

Tidak lama, sepasukan tentara yang gagah-gagah datang dengan mengenakan baju besi. Mereka mengelilingi tenda tersebut, memberi hormat sambil mengucapkan beberapa patah kata dan berlalu.

Kemudian datang beberapa filosof dan para ilmuwan sebanyak 400 orang. Usai mengelilingi tenda sambil menghormat dan mengucapkan beberapa patah kata, mereka pun pergi.

Setelah itu, muncul beberapa gadis cantik yang masing-masing membawa piring emas berisi perak dan batu-batu manikam berharga, mengelilingi tenda itu. Setelah menghormat dan mengucapkan beberapa patah kata, mereka pun pergi.

Hasan Basri merasa heran dan takjub melihat peristiwa itu dan membatin bertanya-tanya tentang kejadian tersebut.

Dalam perjalanan pulang, itu semua ditanyakannya kepada sang Perdana Menteri. Lalu Perdana Menteri menjelaskan. Kaisar punya seorang putra yang sangat tampan dan paling tampan di kerajaan itu. Selain gagah perkasa, sang putra mahkota juga menguasai semua cabang ilmu pengetahuan. Kaisar sangat mencintainya dengan sepenuh hati. Tiba-tiba sang putra mahkota jatuh sakit. Seluruh tabib ternama yang terlatih ternyata tak mampu menyembuhkannya. Akhirnya sang putra mahkota itu pun wafat.

Setiap tahun orang-orang dari istana kekaisaran berziarah ke makamnya. Sepasukan tentara yang menzirahi dengan mengelilingi tenda makamnya, mengatakan: "Wahai tuan kami sekiranya yang menimpa tuan terjadi karena peperangan, niscaya kami korbankan seluruh hidup kami untuk tuan. Itu demi menebus kepergian tuan. Tetapi musibah ini terjadi karena sesuatu yang kami tak dapat melawan-Nya dan kami tak dapat menentang-Nya."

Giliran para filosof dan ilmuwan maju ke depan. Mereka mengatakan: "Mohon maaf, Pangeran. Keadaan yang menimpa pangeran disebabkan oleh sesuatu yang tak dapat dihadapi dengan dalamnya pengetahuan, filsafat, sains dan kemahiran retorika.  Semua filosof di dunia tak berdaya di hadapan-Nya dan semua orang terpelajar menjadi pandir dibanding pengetahuan-Nya. Andaikan bukan kerena itu, niscaya kami akan menyusun muslihat dan kata-kata mujarab yang semua makhluk tak dapat menandinginya." Mereka pun  pergi.

Akhirnya majulah para perawan cantik yang membawa perak dan batu-batu permata dalam piring-piring emas mengelilingi tenda sambil mengatakan: "Putra mahkota, andaikan yang menimpa tuan dapat ditebus dengan kekayaan dan kecantikan, tentu akan kami korbankan diri-diri kami dengan harta yang banyak. Tak akan kami biarkan tuan begini. Tetapi kematian tuan disebabkan  oleh sesuatu yang kekayaan dan kecantikan tidak berarti bagi-Nya." Mereka pun berlalu.

Kemudian Kaisar sendiri dan Perdana Menteri memasuki tenda. Sang Kaisar berkata: "Wahai mata dan pelita tambatan hati ayahmu! Apa yang dapat ayah berikan padamu? Telah ayah datang pasukan gagah berani, para filosof dan cendikiawan, para ahli doa dan penasihat serta perawan-perawan cantik jelita dengan kekayaan  penuh kemewahan. Ternyata semua itu tak berdaya sedikitpun. Maafkan ayah. Salam sejahtera buatmu. Sampai jumpa tahun. depan" Lalu sang Kaisar berlalu dan diikuti oleh Perdana Menteri. Mereka pun kembali.

Semua yang disampaikan oleh Perdana Menteri itu sangat menyentuh jiwa Hasan Basri. Dia menyadari bahwa kekuasaan duniawi ternyata sama sekali tak berdaya menghadapi panggilan maut. Oleh  karena  tenggelam merenungi kejadian itu, Hasan Basri terdiam tak sadarkan diri hingga memasuki kota Basrah. Setelah tersadar, ia berjanji pada dirinya untuk tidak tertawa terlena  sampai akhir hayatnya. Sejak itu pula, ia menghabiskan hari-harinya dengan penuh ketaatan dan mawas diri menghindari dosa. Sehingga jarang orang yang dapat menandingi kedisiplinannya ibadahnya pada waktu itu.

--------------------------------------

Disadur dari: "Al Tadzkirat Al Auliya" (Kisah Para Aulia), oleh Fariduddin Atthar (1120-1230)

Comments (0)

Posting Komentar